Senja
Berpadu Luka
Dalam kesunyian malam tak seekor
jangkrikpun menyapa
Angin pun terpaku tanpa beranjak
Hening dalam denting kemuraman
Tugu garuda menangis dalam rintihan
Ketika sayap-sayap megah tak mampu
membawanya meninggi
Terbang merendah tak lagi mungkin
Tugu dua lelaki itu
Yang mereka sering menyebutnya
mastrip
Tak sanggup lagi menopang senjata
Terlalu berat di kata
Mengapa tidak lari saja?
Pagi menjelang, mentari datang
Memeluk embun yang tersipu malu
Deretan pelajar bergandeng erat
Bak pengantin baru telah terikat
Kesucian tanpa noda hanya kias
Isi tak lebih dari seonggok sampah
Tak terlintas kata belajar
Sekolah? Hanya bangunan formalitas
Kain hitam kembang wewangian
Berteman gambuh nan nyanyian nyai
Mengalun resah dalam keramaian
Tanduk lembu menjadi saksi
Setan-setan menari dalam kesombongan
Dupa tak luput mendekat
Menghiasi pertunjukkan bantengan
Yang kini mulai tersisih
Terganti pertujukan musik musiman
Seni indah perlahan pudar
Dalam hakekat cinta dan kasih semu
Menghindar dalam lantunan
Mencoba merakit kata disetiap doa
Seiring gelang kaki bernyanyi
Seiring jenjang kaki menapak
Seiring kesedihan memeluk tarian
Dimana benteng moral ketulusan?
Membangun peradapan suci sesama
insan?
Mengapa yang ada hanya pertentangan
dan perdebatan?
Tak lelahkah engkau akan
perselisihan?
Hah.. (menghelaa nafas)
Senja di kota Pare berpadu
Jingga tersenyum dalam tangis
Menatap tanah pertiwi yang tragis
“ Indonesia mu merintih dalam perih..
Indonesia mu terlunta dalam luka..
Kembalikan aku yang dulu..
Saat
jaya menggenggamku."
karya : Risma Nurtrifani
0 comments:
Post a Comment